Selasa, 29 Maret 2011

Strategi pembelajaran


Strategi, komponen umum suatu set bahan ajar dan prosedur yang akan digunakan bersama bahan ajar tersebut untuk memperoleh hasil belajar tertentu. Komponen: kegiatan pra-instruksional, penyajian informasi, partisipasi peserta didik, tes, dan tindak lanjut, (Dick & Carey). Strategi, langkah-langkah kegiatan (syntax) atau prosedur yang digunakan untuk menyajikan bahan ajar dalam rangka mencapai kompetensi/hasil belajar. Suatu strategi dipilih untuk melaksanakan metode. Teknik, keragaman khas dalam mengaplikasikan suatu metode sesuai dengan latar (setting) tertentu, seperti kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, kemampuan dan kesiapan peserta didik, dsb. Contoh, dalam mengaplikasikan metode ceramah, maka dapat disebutkan rentangan teknik berceramah mulai dari yang diibaratkan tape-recorder dalam menyampaikan bahan ajar sampai dengan menampilkan berbagai alat bantu/media untuk menyampaikan isi pelajaran yang dirancang berdasarkan teori pembelajaran mutakhir, (T Raka Joni) 

Strategi pembelajaran


Strategi, komponen umum suatu set bahan ajar dan prosedur yang akan digunakan bersama bahan ajar tersebut untuk memperoleh hasil belajar tertentu. Komponen: kegiatan pra-instruksional, penyajian informasi, partisipasi peserta didik, tes, dan tindak lanjut, (Dick & Carey). Strategi, langkah-langkah kegiatan (syntax) atau prosedur yang digunakan untuk menyajikan bahan ajar dalam rangka mencapai kompetensi/hasil belajar. Suatu strategi dipilih untuk melaksanakan metode. Teknik, keragaman khas dalam mengaplikasikan suatu metode sesuai dengan latar (setting) tertentu, seperti kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, kemampuan dan kesiapan peserta didik, dsb. Contoh, dalam mengaplikasikan metode ceramah, maka dapat disebutkan rentangan teknik berceramah mulai dari yang diibaratkan tape-recorder dalam menyampaikan bahan ajar sampai dengan menampilkan berbagai alat bantu/media untuk menyampaikan isi pelajaran yang dirancang berdasarkan teori pembelajaran mutakhir, (T Raka Joni) 

METODE PMBELAJARAN


Metode, adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan penyajian materi pelajaran kepada peserta didik, (Tardif dalam Muhibbin Syah) Metode, cara yang umum untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik atau mempraktekkan teori yang telah dipelajari dalam rangka mencapai tujuan belajar, (Fred Percival dan Henry Ellington). Metode mencakup pengorganisasian bahan ajar, strategi penyampaian dan pengelolaan kegiatan dengan memperhatikan tujuan, hambatan dan karakteristik peserta didik, sehingga diperoleh hasil yang efektif, efisien dan menimbulkan daya tarik pembelajaran, (Charles M Reigeluth). Metode, cara yang memungkinkan peserta didik memperoleh kemudahan dalam  mempelajari/ membahas bahan ajar yang disampaikan oleh guru.Ketepatgunaan dalam memilih metode  sangat berpeluang bagi terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif, menyenagkan, sehingga kegiatan pembelajaran (instructional activities) dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik untuk dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Secara demikian metode merupakan suatu komponen yang sangat menentukan terciptanya kondisi selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Suatu kegiatan pembelajaran tidak selalu menjamin orang (peserta didik) dapat belajar, (Ivor K Davies). Sebaik apapun desain pelaksanaan pembelajaran dibuat, sangat kecil peluangnya akan dapat secara optimal mewujudkan ketercapaian kompetensi yang diharapkan, apabila tidak didukung oleh pemilihan sekaligus penggunaan metode secara tepat.

Pendekatan pembelajaran



Pendekatan (approach), adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau obyek kajian, sehingga berdampak ibarat seseorang memakai kacamata dengan warna tertentu di dalam memandang alam sekitar. Kacamata berwarna hijau akan menyebabkan lingkungan sekitar kelihatan serba kehijau-hijauan, dsb., (T Raka Joni). pendekatan ekonomi dalam memandang permasalahan pendidikan, menjadikan hampir semua pembahasannya dibawa ke dalam terminologi investasi dan hasil usaha, Pembelajaran:
-           Materi pembelajaran
-           Bagaimana menyajikan materi pembelajaran
-           Hasil belajar yang efektif, efisien dan memiliki daya tarik
- Pendekatan politik dalam memandang permasalahan pendidikan akan selalu dikaji dalam kaitannya dengan kekuasaan, birokrasi, hak dan kewajiban,
- Pendekatan CBSA dalam memandang pembelajaran selalu siswa yang menjadi orientasi setiap kegiatan, dsb.

Pendekatan pembelajaran, cara memandang pembelajaran sebagai suatu kegiatan penyajian bahan ajar yang memudahkan siswa dalam belajar, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat terwujud secara efektif, efisien dan memiliki daya tarik. Pendekatan pembelajaran, cara dalam mengelola kegiatan instruksional untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistematis, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien, (Atwi Suparman)

MODEL PEMBELAJARAN


Model pembelajaran inovativ
Definisi Model Pembelajaran.
Model, suatu struktur secara konseptual yang telah berhasil dikembangkan dalam suatu bidang, dan sekarang diterapkan, terutama untuk membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang lain, biasanya dalam bidang yang belum begitu berkembang, (Marx, 1976). Model dan yang paling banyak digunakan ialah model-model fisika, komputer dan matematik. Semua model itu mempunyai sifat "jika-maka", dan model-model ini terikat pada teori, (Snelbecker dalam Ratna Wilis Dahar). Model pembelajaran, suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran, (Winataputra, 1996). Contoh, model RPP ekspositori dan cooperative learning, dsb. Susanto & M Rianto. Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam pelaksanan proses belajar-mengajar. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran “Models of teaching is plan or pattern that can be used to shape a curriculums (long-term courses of studies), to design instructional materials, and to guide instruction in the classroom and other settings” (Joyce & Weil, 1980:1). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya. Kemp (1977) mengartikan model pembelajaran merupakan suatu perencanaan pembelajaran (desain instrucsional) yang digunakan dalam menentukan maksud dan tujuan setiap topik/popok bahasan (goals topics, and purposes), menganalisis karakteristik warga belajar (leaner characteristics), menyusun tujuan instruksional khusus (learning objectives), memilih isi pembelajaran (subject content), melakukan prates (pre assesment), melaksanakan kegiatan belajar mengajar/sumber pembelajaran (teaching learning activities/resources), mengadakan dukungan pelayanan (suport services), melaksanakan evaluasi (evaluation), dan membuat revisi (revise). Baik Joyce & Weil (1980) maupun Kemp (1977) sependapat bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola perencanaan pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar-mengajar.

Senin, 28 Maret 2011

IMPIAN KU

YA ALLAH..........
AMPUNI DOSAKU, KEDUA ORANG TUAKU JUGA DOSA-DOSA KELUARGAKU. TAK ADA NIAT INGIN MENENTANG KEINGINAN KELUARGA, TAPI APA YANG TERJADI SEMUA DILUAR KEHENDAKKU DAN SEMUA ITU BERLALU DENGAN APA ADANYA
YA ALLAH MAAFKANLAH KESALAHAN KU BERI AKU KETEGARAN DALAM MEJALANI HIDUP INI
AMI..............N

Sabtu, 26 Maret 2011

media pembelajaran bahasa Arab

Nurhasani Hasibuan. NIM. 061188210011. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Dan Penguasaan Kosakata Terhadap Kemampuan Berbahasa Arab Siswa Di Madrasah Aliyah Negeri -2 Model Medan. Tesis. Medan : Program Pascasarjana UNIMED, 2008.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Perbedaan kemampuan berbahasa Arab siswa yang diajar dengan menggunakan media pembelajaran grafis dan media pembelajaran konvensional. (2) Perbedaan kemampuan berbahasa Arab siswa yang memiliki penguasaan kosakata tinggi dan kosa-kata rendah bila diajar dengan menggunakan media pembelajaran grafis dan (3) interaksi antara media pembelajaran dan penguasaan kosa-kata terhadap kemampuan berbahasa Arab siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas X tahun ajaran 2008-2009 yang terdiri dari 9 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 344 orang siswa dan sampelnya sebanyak 44 siswa yang diambil melalui cluster random sampling. Instrument tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah objektif tes sebanyak 50 item dengan 3 pilihan (a, b, dan c). Sebelum tes digunakan sebagai alat pengumpul data maka terlebih dulu tes tersebut diuji cobakan ke kelas lain yang bukan sampel, tujuannya agar item tes yang digunakan benar-benar sahih untuk menjaring data yang dibutuhkan.Validitas tes diukur dengan menggunakan rumus Korelasi Poin Biserial dengan cara memberi skor 1 pada jawaban yang benar dan 0 pada jawaban yang salah, kemudian skor item dikorelasikan dengan skor total dengan kriteria valid apabila rhitung > dari rtabel pada taraf signifikansi 0,05. Selanjutnya intrumen tersebut diukur daya beda dan taraf kesukaran butir tes. Untuk menguji reliabelitas tes digunakan rumus KR-20. Sebelum analisis data dilanjutkan terlebih dahulu dilakukan persyaratan analisis yakni persyaratan normalitas varians dengan menggunakan Uji Lilliefors dan persyaratan homogenitas varians digunakan Uji Barlett, karena terdapat interaksi antara variabel bebas dengan variabel terikat maka dilanjutkan dengan Uji Tuckey. Adapun teknik analis hasil yang digunakan adalah analisis varians Anava 2 jalur dengan taraf signifikansi 0,05.
Hasil penelitian ini adalah; (1) Kemampuan berbahasa Arab siswa yang diajar dengan menggunakan media grafis lebih unggul daripada kemampuan berbahasa Arab siswa yang diajar dengan menggunakan media pembelajaran konvensional, (2) Kemampuan berbahasa Arab siswa yang memiliki tingkat penguasaan kosakata tinggi lebih unggul dari kemampuan berbahasa Arab siswa yang memiliki penguasaan kosa-kata rendah dan (3) Terdapat interaksi antara media pembelajaran dan penguasaan kosa-kata terhadap kemampuan berbahasa Arab. Bagi siswa yang memiliki penguasaan kosakata tinggi lebih cocok diajar dengan menggunakan media pembelajaran grafis dan siswa yang memiliki penguasaan kosakata rendah lebih cocok diajar dengan menggunakan media konvensional untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Arabnya. Penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui proses pembelajaran dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam memilih media pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran. Untuk itu disarankan kepada guru untuk menggunakan media pembelajaran garafis untuk siswa yang memiliki penguasaan kosa-kata tinggi dan media pembelajaran konvensional bagi siswa yang memiliki penguasaan kosa-kata rendah

Kamis, 17 Maret 2011

neysha education: modePenerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Dengan Menggunakan Embedded Test Untuk Meningkatkan Hasil d

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Banyak yang telah disumbangkan matematika untuk kemajuan peradaban manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Erlangga (dalam Juliana, 2006:1) bahwa:
“Matematika sebagai ilmu dasar, memegang peranan yang cukup penting dalam banyak bidang ilmu terapan. Setelah sukses diterapkan dalam bidang astronomi dan mekanika, matematika telah berkembang menjadi alat analisis yang penting dalam bidang fisika dan juga engineering. Dengan demikian matematika telah menjadi komponen esensial dalam kegiatan hidup”.
Selain itu, tanpa bantuan matematika, maka semua ilmu pengetahuan tidak akan sempurna. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Nirwana (dalam Yanuarni, 2010:1) bahwa :
“Dalam perkembangan peradaban modern, matematika memegang peranan yang penting, karena dengan bantuan matematika, semua ilmu pengetahuan menjadi sempurna. Tanpa bantuan matematika, semua tidak akan mendapat kemajuan berarti”.

Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Pada kenyataannya hasil pembelajaran matematika masih memprihatinkan. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada bidang studi matematika kurang menggembirakan.
Senada dengan hal diatas, Muhammad Nuh (http://www.suarakarya-online.com) mengemukakan bahwa:
“Sama seperti di tingkat SMA, angka kelulusan ujian nasional (UN) di sekolah menengah pertama (SMP) tahun 2010 juga jeblok alias turun cukup signifikan dibanding UN 2009, yaitu dari 95,05 % menjadi 90, 27 %. Siswa yang tidak lulus terbanyak di mata pelajaran matematika yakni 12,13 %, pelajaran bahasa inggris sebanyak 12,01 %, mata pelajaran IPA sebanyak 5,56 % dan pada pelajaran Bahasa Indonesia sebanyak 0, 86 %”

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa diantaranya adalah kurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran matematika. Sebagian besar siswa kurang antusias menerimanya. Siswa lebih bersifat pasif, enggan, takut, atau malu mengungkapkan ide-ide ataupun penyelesaian atas soal yang diberikan guru. Tidak jarang siswa kurang mampu mempelajari matematika sebab matematika dianggap sulit, menakutkan, bahkan sebagian dari mereka ada yang membencinya. Hal ini menyebabkan siswa menjadi takut terhadap matematika. Akan tetapi ketakutan-ketakutan yang muncul dari siswa tidak hanya disebabkan siswa itu sendiri, tetapi juga oleh ketidakmampuan guru menciptakan situasi yang mampu membawa siswa tertarik dalam mempelajari matematika. Nurhalimah (2008:4) menyatakan bahwa :
“Matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit dalam tiap pembelajarannya. Anggapan tersebut tidak terlepas dari persepsi yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika yang dianggap sebagai ilmu yang kering, abstrak, teoritis, penuh dengan lambang-lambang dan rumus-rumus yang sulit dan membingungkan. Hal ini akan berdampak buruk terhadap hasil belajar matematika siswa. Maka dari itu seorang guru matematika harus terampil dalam penyelenggaran pembelajaran agar dapat menepis anggapan negative tentang belajar matematika.”

Peningkatan kualitas pendidikan matematika disekolah terhadap hasil belajar siswa tidak terlepas dari proses pembelajaran di kelas yang melibatkan interaksi antara guru dan siswa. Guru hendaknya memilih metode yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran. Hasrattudin (2004:46) menyatakan bahwa: ”Salah satu kelemahan metode yang digunakan guru terlihat dari proses belajar yang dilaksanakan guru dikelas adalah guru lebih aktif sebagai pemberi pengetahuan bagi siswa”
Dari kutipan di atas, maka perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar guna meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa di sekolah. Hakim (2008 : 54) mengemukakan bahwa:
“Pembelajaran aktif adalah kegiatan mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan mata pelajaran yang dipelajarinya. Siswa lebih aktif mempelajari materi pembelajaran yang menyiapkan siswa untuk hidup, informasi yang diterima lebih lama diingat dan disimpan, dan lebih menikmati suasana kelas yang nyaman”.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, dimana siswa bekerja dan belajar dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2-3 orang dengan struktur kelompok heterogen. Hakim (2008 : 54):
“Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran aktif yang menekankan aktivitas siswa bersama – sama secara kelompok dan tidak individual. Siswa secara berkelompok mengembangkan kecakapan hidupnya, seperti menemukan dan memecahkan masalah, pengambilan keputusan, berpikir logis, berkomunikasi efektif dan bekerja sama”.

Selanjutnya Asma (2006 : 12) menyatakan bahwa :

“Kegiatan siswa dalam belajar kooperatif antara lain mengikuti penjelasan guru secara aktif, menyelesaikan tugas – tugas dalam kelompok, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya, mendorong teman sekelompoknya untuk berpatisipasi secara aktif dan berdiskusi”.

Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika, Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland mengembangkan suatu jenis pembelajaran kooperatif yaitu tipe Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi. Tipe Think-Pair-Share (TPS) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas, dimana anggota dalam satu kelompok jumlahnya sangat kecil yaitu 2-3 orang (dalam isjoni 2009: 78). Teknik ini memberi siswa kesempatan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, merespon dan saling membantu, seperti yang dikemukakan Ibrahim, dkk (2000:26) bahwa: ”Teknik TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit ( tidak berbelit – belit ), siswa dapat bekerja secara mandiri serta bekerjasama dengan orang lain”.
Pembelajaran TPS (Think-pair-share) merupakan salah satu perubahan paradigma pembelajaran yang berorientasi pembelajaran semula berpusat kepada guru (teacher centered) beralih berpusat kepada murid (student centered); metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan. Dengan demikian, proses belajar akan lebih menyenangkan sehingga dapat meningkatkan pemahaman yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SMP, pada sub pokok bahasan bilangan rasional berpangkat bilangan bulat, banyak siswa yang masih kesulitan menyelesaikan soal–soal bilangan rasional berpangkat bilangan bulat karena siswa sangat sulit memahami materi tersebut, kebiasaan siswa yang cenderung hanya menghafal rumus tanpa mengerti konsep menjadi penyebab kesulitan siswa. Seperti halnya di SMP Swasta Ar-Rahman Medan, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal–soal bilangan rasional berpangkat bilangan bulat . Hasil wawancara dengan Ibu Ika salah satu guru matematika di SMP Swasta Ar-Rahman Medan pada tanggal 18 Agustus 2010 mengatakankan bahwa:
“Hasil belajar siswa dalam sub pokok bahasan bilangan rasional berpangkat bilangan bulat cukup rendah. Mereka kesulitan menyelesaikan soal–soal sub pokok bahasan bilangan rasional berpangkat bilangan bulat . Sebagian besar siswa tidak dapat menyelesaikan operasi perkalian, penjumlahan dan pengurangan pada pangkat rasional berpangkat bilangan bulat.

Selanjutnya pada tanggal 10 Januari 2011 dilakukan survei awal dengan cara memberikan tes kepada siswa kelas IX SMP Swasta Ar-Rahman Medan pada materi bilangan rasional berpangkat bilangan bulat. Dari hasil survei tersebut diperoleh bahwa hanya 5 orang atau 20% yang mencapai nilai KKM (nilai siswa 60), sedangkan siswa yang tidak mencapai nilai KKM berjumlah 20 orang atau 80%. Depdikbud (dalam Trianto, 2010:214) menyatakan bahwa setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika proporsi jawaban benar siswa nilai KKM , dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat 85% siswa yang telah tuntas belajarnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk materi bilangan rasional berpangkat bilangan bulat, siswa kelas IX SMP Swasta Ar-Rahman Medan belum mencapai ketuntasan belajar.
Kesulitan belajar tersebut bukan hanya dari materi yang sulit, tetapi bisa juga karena cara atau pendekatan guru dalam menyampaikan materi pelajaran itu kurang efektif sehingga siswa tidak dapat menyerap dan menguasai materi yang diberikan dengan baik serta tidak menyukai pelajaran tersebut. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatife tipe TPS (Think-pair-share), diharapkan dapat mempermudah siswa dalam mempelajari konsep–konsep matematika. Siswa akan diarahkan untuk biasa bekerja, mengembangkan diri dan bertanggung jawab baik secara individu maupun kelompok. Persaingan yang positif akan terjadi di kelas dalam rangka pencapaian prestasi belajar yang optimal.
Selain itu, untuk menentukan apakah hasil belajar telah tercapai secara optimal adalah dengan menggunakan evaluasi. Seperti yang dikemukakan oleh Harjanto (1997 : 277) bahwa :
“Tujuan evaluasi pengajaran adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan mengukur sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan kurikulum/pengajaran. Dengan demikian evaluasi menempati posisi yang penting dalam proses belajar mengajar, karena dengan adanya evaluasi pengajaran ini ,keberhasilan pengajaran tersebut dapat diketahui.”

Metode yang digunakan dalam proses belajar matematika untuk mengetahui hasil belajar siswa, biasanya dilakukan dengan pemberian tugas tetapi sering ditemukan adanya siswa hanya mencontoh hasil kerja kawannya karena pada saat proses belajar mengajar siswa tersebut kurang memperhatikan dan malas mencatat. Oleh karena itu, guru harus mempunyai alat yang tepat untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai siswa.
Salah satu usaha yang dilakukan oleh guru adalah memilih alat yang tepat yaitu dengan bentuk pemberian tes di sela-sela pelajaran (Embedded Test) dengan demikian guru akan lebih cepat mengetahui materi yang belum dikuasai oleh siswa. Embedded Test ini diberikan pada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus) sedangkan waktu pemberiannya tidak terduga sehingga diharapkan siswa benar-benar memperhatikan pelajaran yang diberikan dengan baik. Pemberian Embedded Test ini juga diharapkan dapat memotivasi belajar siswa dengan memperhatikan pelajaran yang sedang berlangsung, sebab siswa dalam hal ini dituntut untuk selalu siap mengikuti ujian pada waktu yang tidak ditentukan sehingga dapat meningkatkan hasil dan aktifitas belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika.

korelasi penguasaan kosakata dan kalimat efektif tethadap keterampilan menulis wacana oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kotanopan T.P. 2010/2011

neysha education: hubungan manajemen kelas dan pelaksanaan layanan bimbingan konseling dengan mutu pembelajaran

neysha education: hubungan manajemen kelas dan pelaksanaan layanan bimbingan konseling dengan mutu pembelajaran

Korelasi Penguasaan Kosakata dan Kalimat Efektif terhadap Keterampilan Menulis Wacana Eksposisi oleh Siswa Kelas XI SMA N 1 Kotanopan TP. 2010/2011.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) untuk mengetahui korelasi penguasaan kosakata dengan keterampilan menulis wacana eksposisi siswa, (2) untuk mengetahui korelasi penguasaan kalimat efektif dengan keterampilan menulis wacana eksposisi siswa, (3) untuk mengetahui korelasi penguasaan kosakata dan kalimat efektif terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi siswa.
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: (1) seberapa efektif korelasi penguasaan kosakata terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi siswa Kelas XI SMA N 1 Kotanopan, (2) seberapa efektif korelasi kalimat efektif terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi siswa Kelas XI SMA N 1 Kotanopan, (3) seberapa kuat korelasi penguasaan kosakata dan kalimat efektif terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi siswa kelas XI SMA N 1 Kotanopan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskristif korelasi. Data yang digunakan sebagai alat pengumpul data berupa tes tulisan dalam bentuk pilihan berganda dengan empat pilihan alternatif (a, b, c, dan d) dan 1 tes kemampuan menulis wacana eksposis oleh siswa. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik random sampling. Dari 235 siswa/i, adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi product moment, regresi sederhana, regresi regresi ganda, alpha cronbach, dan uji ANOVA. Analisis data dilakukan dengan bantuan software SPSS.13 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat korelasi yang signifikan antara penguasaan kosakata terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi. Koefisien korelasi product moment yang diperoleh adalah 0,776 dengan level signifikansi alpha sebesar 0,01 (2) terdapat korelasi yang signifikan antara kalimat efektif terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi siswa. Koefisien korelasi product moment yang dihasilkan sebesar 0,796 dengan level signifikansi alpha sebesar 0,01 (3) terdapat korelasi yang signifikan antara penguasaan kosakata dan kalimat efektif secara bersama-sama dengan koefisien korelasi sebesar 0,797 terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y= 49,264 + 0,422X1 + 1,955X2. Uji F menghasilkan angka 20,620 dengan alpha 0,05. Persamaan regresi ini signifikan karena sig yang diperoleh adalah 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa koefisien korelasi antara penguasaan kosakata terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi apabila dibandingkan dengan koefisien korelasi antara kalimat efektif terhadap keterampilan menulis wacana eksposisi siswa. Hal ini menjadi indikasi bahwa kalimat efektif mempunyai cakupan yang lebih luas jika dibandingkan dengan penguasaan kosakata.

Rabu, 16 Maret 2011

hubungan manajemen kelas dan pelaksanaan layanan bimbingan konseling dengan mutu pembelajaran

Hubungan Antara Penerapan Manajemen Kelas dan Pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling dengan Mutu Pembelajaran di SMP Negeri se-Kecamatan Medan Barat. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Unimed, 2011.

Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: (1) seberapa kuat hubungan antara penerapan manajemen kelas dengan mutu pembelajaran di SMP Negeri se-Kecamatan Medan Barat, (2) seberapa kuat hubungan antara pelaksanaan layanan bimbingan konseling dengan mutu pembelajaran di SMP Negeri se-Kecamatan Medan Barat, (3) seberapa kuat hubungan antara penerapan manajemen kelas dan pelaksanaan layanan bimbingan konseling secara bersama-sama dengan mutu pembelajaran di SMP Negeri se-Kecamatan Medan Barat.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data yang digunakan ialah data primer dan data skunder yang diperoleh melalui alat pengumpul data angket (kuesioner). Angket dibuat dengan menggunakan skala Likert dengan lima pilihan. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Dari 170 guru yang mengajar di SMP Negeri se-Kecamatan Medan Barat yang menjadi sampel diambil 42 orang guru (25%) dengan cara acak menurut strata dengan dua pertimbangan yaitu: usia guru dan masa bertugas guru. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi product moment, alpha cronbach, dan uji ANOVA. Analisis data dilakukan dengan bantuan software SPSS.12 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan manajemen kelas dengan mutu pembelajaran. Koefisien korelasi product moment yang diperoleh adalah 0,834 dengan level signifikansi alpha sebesar 0,01 (2) terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan layanan bimbingan konseling dengan mutu pembelajaran. Koefisien korelasi product moment yang dihasilkan sebesar 0,840 dengan level signifikansi alpha sebesar 0,01 (3) terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan manajemen kelas dan pelaksanaan layanan bimbingan konseling secara bersama-sama dengan koefisien korelasi sebesar 0,841 terhadap mutu pembelajaran. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y= 49,842 + 2,061X1 + 3,781X2. Uji F menghasilkan angka 103,389 dengan alpha 0,05. Persamaan regresi ini signifikan karena sig yang diperoleh adalah 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa koefisien korelasi antara penerapan manajemen kelas dengan mutu pembelajaran lebih kecil apabila dibandingkan dengan koefisien korelasi antara pelaksanaan layanan bimbingan konseling dengan mutu pembelajaran. Hal ini menjadi indikasi bahwa pelaksanaan layanan bimbingan konseling mempunyai cakupan yang lebih luas jika dibandingkan dengan penerapan manajemen kelas.

neysha education: ya Allah berilah saya petunjuk

impian ku yang tertunda menjadi motivasi untuk maju truss sampai impian itu bisa kumiliki seutuhnya